Banyak orang yang
mengatakan, bahwa orang yang sukses adalah orang yang displin dalam hidupnya.
Baik itu displin dalam menjaga waktu, kerja, Lalu lintas, sampai disiplin dalam
menunjang keperluan hidupnya. Tak kalah juga, banyak orang yang kurang disiplin
dalam hidup ini. Lebih-lebih, tidak “tepat waktu” adalah penyakit paling susah untuk disembuhkan setelah
penyakit sifat “pemalas” yang telah menjamur dikalangan masyarakat jelata
maupun tingkat penguasa.Hal ini terlihat di Negara berkembang, salah satunya
Indonesia merupakan Negara yang telah di
akui “kurang displin” oleh Negara lain seperti
Jepang, China, dan Amerika.
Menurut
Gerakan Disiplin Nasional (GDN 1996:29-30) menyatakan
“disiplin adalah alat untuk menciptakan perilaku dan tata tertib manusia
sebagai pribadi maupun sebagai kelompok masyarakat. Disiplin disini
berarti hukuman atau sanksi yang berbobot mengatur dan mengendalikan perilaku” Robert
E. Quin Cs dalam buku Prawirosentono mengatakan : “Discipline implies obedience and respect for the agreement between the
firm and its employee. Discipline also involves sanction judiciously applied” makna dari disiplin disini berlaku pada
setiap organisasi, kelompok kerja, dan seluruh lapisan Individu maupun kelompok
social, bahkan pada level disiplin pada diri sendiri yang telah mengikat
oleh Sanksi dan norma yang telah
diterapkan.
Saat ini, kita sudah
banyak terlena dengan urusan pekerjaan yang berkepanjangan, tanpa memikirkan
bagaimana memanajement waktu dengan baik. Karena, disiplin adalah janin yang
bernama “waktu”. Terlena dengan berbagai kegiatan yang memicu pada pembodohan
pola pikir anak, seperti menghabiskan waktu di Stasiun Games, warnet, yang
kerap sekali bisa melalaikan seseorang yang melupakan waktunya sendiri. Tak heran,
jika pola buruk yang semakin marak di negeri ini karena ketidakdisplinan akan menjadi ruang gerak “pembodohan terhadap
bangsa sendiri”. Karena kita di cap sebagai Negara yang kurang disiplin.
Habib Soleh mengatakan “Waktu adalah salah
satu dimensi dalam hidup manusia. Karakternya, waktu senantiasa berpacu secara
cepat, tanpa terasa, dan tiba-tiba menghujam. Tidaklah heran mengapa masyarakat
Arab mengkiaskan cepatnya waktu dengan kilatan pedang menyambar. Agar dapat
meresapi cara mengatur waktu yang baik agaknya kita perlu belajar dari seorang
ksatria mengenai teknik memainkan sebilah pedang. Saya teringat kisah
kepiawaian sahabat nabi, Khalid bin Walid dalam bermain pedang. Begitu
piawainya ia sampai-sampai dijuluki Saifullah (pedang Allah)”
“Waktu” orang Aceh.
Pernahkan
anda mendatangi sebuah acara di sebuah tempat, dengan mencantumkan Waktu dan
Tempat di dalam Undangan? Kemudian ketika anda datang tepat waktu sesuai yang
tertera di dalam undangan tersebut, tempat yang anda tuju masih sepi belum ada
penghuni si pembuat acara?
Meja
masih berantakan, Spanduk belum dipasang, bahkan ada pemateri nasional datang
lebih awal, kemudian iya kembali pulang karena sudah terlalu lama menunggu.
Saya rasa kasus ini tidak hanya terjadi di kalangan organisasi kampus saja,
bahkan sampai pada level acara petinggi aparatur pemerintah. Sehingga saya kerap kali mendengar istilah “ Maklum Watee Ureung Aceh, Peuget acara poh delapan, Jak poh sikureng( maklum
waktu orang aceh, buat acara jam delapan, maka
hadirnya jam Sembilan)” sungguh gelar yang sangat memalukan dan
mencerminkan bahwa budaya displin orang aceh adalah indetik dengan “molor
waktu”. Terkesan acara cepat selesai, hasil nol total. “Nyan keuh watee Ureung
Aceh.” Itulah dinamakan waktu orang aceh.
Ironisnya,
meskipun sudah banyak mendapatan teguran mengenai pentingnya “waktu”, tapi
emplementasi dari teori pentingnya disiplin masih dinilai canggung di
masyarakat aceh selama ini. Bahkan, banyak yang terjerumus dalam ruang waktu
yang menuakan diri dengan berbagai aktivitas yang kurang bermamfaat seperti
main Games,tanpa ada batas waktu. Karena ada istilah “orang yang sukses adalah
orang yang menghargai seberapa penting waktu yang ia miliki.” Menjadi
alternative dalam masalah ini adalah pendidikan disiplin itu harus dimulai
sejak dini. Peran orang tua sangat penting dalam menyuburkan pola kedisiplinan
anak. Agar generasi muda saat ini menjadi “disiplin” dalam segala hal. Diibaratkan, majunya sebuah Negara juga di
nilai dari budaya disiplin yang begitu
kuat.
Anda tentu
pernah mendengar istilah "time is money" atau waktu adalah uang. Ini
adalah istilah yang sangat populer di dunia barat yang pada umumnya sangat
mengagungkan keberhasilan professional seperti pangkat, jabatan, popularitas
ataupun kekayaan materi. Namun bagi para ahli kebijaksanaan, mereka
mengibaratkan waktu adalah pedang. Waktu ibarat pedang yang akan siap menebas
siapa saja yang tidak dapat memanfaatkannya dalam kebaikan dan kemuliaan.
Waktu memiliki keunikan selalu bergerak maju dan tidak pernah mundur sedetikpun. Waktu tidak bisa diulang dan akan selalu meninggalkan setiap orang yang melalaikannya. Waktu akan selalu meninggalkan mereka yang tidak mengelolanya dengan cerdas untuk kehidupannya. Begitulah tutur para ahli bijaksana.
Waktu memiliki keunikan selalu bergerak maju dan tidak pernah mundur sedetikpun. Waktu tidak bisa diulang dan akan selalu meninggalkan setiap orang yang melalaikannya. Waktu akan selalu meninggalkan mereka yang tidak mengelolanya dengan cerdas untuk kehidupannya. Begitulah tutur para ahli bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar