Sabtu, 14 Juni 2014

Catatan Kecil Untuk Tagore Abubakar






Oleh: Siti Aminah

Tinggal menghitung hari, Indonesia kembali mengadakan pesta Demokrasi. Setelah pemilihan calon Legislatif, DPRK, DPRD, dan DPR RI 09 April lalu.  Dari 13 caleg yang sukses terpilih ke DPR RI, akhirnya Ir. H. Tagore Abubakar perwakilan dari dataran tinggi Gayo, terpanggil ke Senayan Jakarta. Kepercayaan masyarakat Gayo pun terlihat sangat besar atas kinerja sosok yang pernah menjabat sebagai Bupati Bener Meriah Priode 2007 tersebut. 

Sebagai masyarakat biasa, saya ingin mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran saya tentang Gayo sekarang. Tulisan ini juga terbentuk, berdasarkan hasil pengamatan saya melalui media Lintasgayo dan juga diskusi bersama aktivis gayo yang sering menyuarakan Gayo ke luar daerah. Meski pun saya tak pernah duduk bersamaan dengan Tagore, namun saya condong melihat bagaimana ketika Tagore pernah memimpin Bener Meriah tempo dulu.

Ini memang perkara yang tak pantas untuk dibicarakan kembali. Sebagai orang yang suka merekam jejak masa lalu. Saya tak pernah lupa, saat penyambut bulan suci ramadhan. Di desa saya, kebetulan banyak anak-anak yatim. Namun, hampir setiap bulan Ramadhan Tagore memberikan santunan kepada seluruh anak yatim yang ada di Kabupaten Bener Meriah. Kalau boleh saya katakan, santunan itu memang tidak bisa di nilai dengan materi. Karena, kalau di nilai dengan materi, tentu itu belum cukup untuk mensejahterakan jumlah anak yatim yang sangat banyak. Apa lagi, banyak anak-anak yang korban konflik, sehingga mereka kehilangan orang tuanya.

Tetapi, masyarakat begitu senang dengan kebijakan Tagore tersebut. Saya tidak tahu, apakah santunan yang diberikan merupakan uang dari pemerintah, atau saku pribadi. Yang paling penting  bagi saya adalah, mengingat pristiwa bulan Ramadhan tersebut. Mungkin, mengingat itu masyarakat kembali mengingat sosok pemimpin yang peduli terhadap rakyat-rakyat kecil. Bukan hanya itu, saya melihat Tagore juga sangat peduli dengan pendidikan, yang ada di dataran tinggi Gayo. Apapun kegiatan mahasiswa, Ia tak pernah menolak memberikan bantuan, walaupun hanya sedikit.

Pada 01 Oktober 2014, semua anggota legislatif DPR dan DPD RI akan di lantik. Seperti pelantikan pada umumnya, di sana tentu akan ada perjanjian dan sumpah jabatan yang akan di bacakan kepada semua anggota legeslatif. Namun, sebelum pelantikan itu akan dilaksanakan, kami mempunyai harapan besar kepada Tagore Abubakar selaku perwakilan orang Gayo. Kami tak ingin, ada beberapa kalimat yang ke luar dari banyak orang “ Mau jadi Presiden, mau DPR, apa pun itu, kami rakyat kecil tetap seperti ini saja. Kami tidak berubah” Pernyataan itu tentu tak ingin terulang kembali untuk para caleg yang akan mewakili daerah ini.

Harapan kami tidak terlalu besar. Pertama kami hanya ingin perkara Aceh Lauser Antara (ALA) yang banyak disuarakan masyarakat gayo hari ini, bisa terselesaikan dengan bijak, dengan paduan untuk kepentingan masyarakat Gayo, bukan kepentingan kelompok maupun pribadi. Kedua, kami melihat tidak ada perubahan yang signifikan yang tampak di daerah Gayo. Seharusnya, tugas pemimpin daerah hari ini adalah menyoal apa yang di butuhkan masyarakat Gayo bisa teralisasikan, artinya suara mereka juga merupakan bait-bait dari janji-janji yang pernah ditawarkan oleh pemimpin sebelumnya kemudian baru benar-benar jadi pemimpin. Saya melihat salah satunya masih banyak akses jalan antara satu desa ke desa yang lain mengalami rusak berat. Kalau mengatakan anggaran tidak ada itu bukan alasan, kerena semua sudah disediakan khusus untuk pemerintah daerah. Yang Kedua, akses pendidikan yang tidak merata. Baik secara kualitas maupun kuantitas.  Program untuk pendidikan seharunya di nomor satukan, karena tanpa pendidikan bagaimana mungkin daerah kita akan maju, jika cara berpikir masyarakatnya saja masih terkesan “loyo”. Ini juga akan berpengaruh kepada pendidikan anak, melihat kenyataan Gayo hari ini masih banyak anak-anak yang tidak bisa menikmati fasilitas pendidikan secara baik. Tidak cukup di sini saja, seharusnya pemerintah juga menyediakan beasiswa bagi anak-anak beprestasi, kurang mampu, untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Ini juga menimbang, banyak SDM di Bener Meriah yang masih minim, terutama dalam mengelola kinerja di pemerintahan.

Ke tiga, terkait dengan pembangunan dan perekonomian. Jika di tinjau dari aspek Ekonomi, sebenarnya ‘haram’ masyarakat Gayo di kategorikan Kabupaten No 2 Termiskin dari Seumeulu. Pasalnya, sector ekonomi ada di tanah yang subur ini. Melihat mata pencaharian masyarakat Gayo pada umumnya adalah bertani, seharusnya harga kopi jangan turunnya dua tahun, naiknya hanya sebulan. Ini perkara lobi. Seharusnya sebagai produsen, kita bisa menciptakan sarana yang unggul untuk membawa kopi Gayo ke luar daerah, bukan hanya sekedar unggulan nama di tingkat Internasional namun seiring waktu hanya memberikan kekayaan kepada para tengkulak, sedangkan petani hanya menunggu harga mati yang tak pernah pasti. Wajar saja, kondisi ini sangat memprihatikan jika di biarkan begitu saja. Harapan saya yang terakhir adalah hapuskan kolusi dan Nepotisme. Karena itu, tak akan bisa membuat daerah Gayo menjadi maju. Bukankah Negara yang lemah itu membiarkan generasinya diambil oleh Negara lain, dan mempertahankan orang-orang yang bodoh di dalamnya? Semoga apa yang di cita-citakan masyarakat Gayo ke depan bisa tercapai, dan pemimpin hari ini bisa mengembankan amanah dari rakyatnya.

Penulis adalah Staf Program Newtwork for Education Wacth (NEW Indonesia) Alumni IAIN Ar-Raniry Banda Aceh









Kamis, 05 Juni 2014

Indonesia Gagal Menjadi Negara Maju

Bangsa Indonesia  gagal menjadi Negara maju di lima belas tahun yang akan datang. Ancaman tersebut terkait tingginya angka kemiskiminan mencapai 136 juta jiwa. Hal itu disampaikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, dalam mata kuliah umum  di Gedung AAC  Dayang Dawood Darussalam Banda Aceh.

“Tingginya angka kemiskinan tersesbut akan menjadi tebesar bagi bangsa Indonesia. 136 jiwa  miskin harus benar-benar di benahi. maka bangsa Indonesia masih bisa optimis untuk memajukan menjadi Negara yang maju seperti Amerika, Jepang, dan China”. Ujarnya.

Dahlan Iskan, juga menyampaikan ada strategi khusus untuk bisa mengurangi angka kemiskinan, salah satunya dengan memproduksi bahan pangan, seperti beras, gula, dan BUMN harus menjadi jangkauan Asia Tenggara. Sehingga Indonesia dapat memproduksi pasar secara nasional maupun Internasional.
“Pengangguran tidak akan terjadi bila ekonomi tumbuh di Indonesia, bila pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia menjadi maju, justru pengangguran akan menjadi tertutupi bagi lulusan sarjana dari berbagai Perguruan Tinggi yang ada di diindonesia. Mahasiswa harus bisa mengembangkan usaha sendiri, agar terkesan mandiri dan bisa memajukan bangsa Indonesia nantinya” Harap Dahlan Iskan.

“Generasi bangsa Indonesia harus tetap optimis di lima belas tahun yang akan datang. Rasa optimis tersebut harus ditumbuhkan dari diri sendiri seseorang, agar bangsa Indonesia harus maju dan lebih bermartabat. Kemajuan bangsa Indonesia, tidak dipungkiri juga di tentukan oleh pemimpin bangsa Indonesia yang akan datang. Semga saja, masalah KKN di Negara ini bisa terhapuskan secara total.” Tambahnya.



Gedung 'Fy Over'

Jakarta, Sabtu 24 Mei 2014
Tepatnya  pukul 12:36 wib setelah azan dzuhur, aku baru membaca pesan di handphoneku. “Mina, lagi free gak hari ini? Ikutan acara ngomeng (ngomong english) atau praktik speaking sama bule-bule yuk...pukul 14:00 wib di yayasan balita sehat” Pesan itu jelas tertulis dari mbak Nur Febrian Wardi selaku direktur YBS.

“Bule....?” Sudah lama rasanya aku tak  berbicara bahasa asing itu. tiba-tiba aku, langsung mempersiapkan diri dan berangkat menuju lokasi yang ingin ku tuju. Balasan pesan kedua aku menerima alamat lengkap “ Naik kopaja 57 arah Blok M, lalu naik 615  ke arah Antasari, Turunnya di bawah Flyover Antasari di mesjid atau SMP 250”
Waktuku sangat singkat. Kalau aku berangkat dengan bus, tentu  aku datang, mereka akan pulang. Akhirnya, aku memilih membawa motor ke Antasari. Perjalananku sedikit rumit, selain karena aku tak hafal nama tempat,  kemudian ini pengalaman perdanaku membawa motor di area Jakarta.

Targetku aku tak boleh telat. Setiap persimpangan, aku selalu bertanya kepada orang alamat yang kutuju. Dari semua jawaban, semua sama. “ Lurus, ketemu lampu merah tiga kali, belok kiri, lurus lagi, belok kanan, kemudian lurus” Jawaban yang sangat menyebalkan pikirku. Kuikuti sesuai dengan petunjuk arah di jalanan. Kadang, di kota besar aku tak percara dengan jawaban orang, sehingga aku harus bertanya berulang kali.
Tiba di Blok M, aku melihat Kopaja 615 melintang di hadapanku.  Aku tak bisa mengikuti bus tersebut, karena ia harus menunggu penumpang. Sedangkan waktu hampir jam dua siang. Akhirnya, aku memilih bertanya kepada satpam di pinggir jalan.

“Pak, gedung Flyover dimana ya?”
“ Hah...flyover? daerah mana neng?”
“ Antasari pak, SMP 250.”
“Oh...lurus saja neng, nanti ketemu lampu merah ketiga belok kiri. Kamu ambil yang bawah jembatan ya.” Jawabnya.
“ Memangnya, kalau naek jembatan kenapa pak?”
“Itu khusus jalan mobil, motor  gak  bisa masuk, nanti ditangkap pak polisi” Tegasnya.
Sambil tersenyum, aku meninggalkan satpam dan melaju kencang mencari gedung  flyover. Kupandangi gedung disisi kiri dan kanan, namun aku belum juga menemukan nama ‘flyover’ dibangunan yang menjulang tinggi di kawasan Antasari tersebut.
Pilihan terakhir patokankanku adalah Mesjid. Di mana ada mesjid di sana aku berhenti. Tibalah di Mesji Al-Ihklas. Kubaca alamat yang tertera di handphoneku berulang kali.
“Mesjid atau SMP 250” Aku hanya melihat Mesjid di sebelah kananku, tapi smp 250 itu tak tampak di mataku.
Setelah ku menghubungi mbak Febri, ia mengatakan di  mesjid An-nur di perempatan lampu merah, ada tulisan angka 38. Akhir aku memutar balik. Ku parkir motorku di depan kantin mini. Ada tiga orang lelaki separuh abad duduk di sana.

“ Pak, gedung Flyover yang di atasnya angka 38 di mana ya pak?”
Tampak bengong di wajah mereka. Flyover? Angka? Aku heran, padahal ini sudah sesuai alamat, mengapa mereka malah kebingungan menjelaskan tempat tersebut.
Kemudian aku menunjukkan di atas jembatan.
“Pak, katanya di atas jembatan gedungnya.”
“Di atas jembatan ini hanya ada jalan, manusianya juga gak ada neng.” Jawab lelaki berkulit saoh matang tersebut kepadaku.
“ Kalau saya naik ke atas lewat mana ya pak? Kata teman saya acaranya di atas itu”
Tawa dari ketiga lelaki tua itu menggelitik di telingaku.
Saat aku mengatakan smp 250, baru mereka menujukkan arah lorong sebelah kiri dari perempatan tersebut. Sekilas aku melihat angka 38 di tembok jembatan. Apa itu maksud flyover 38? Dari pada kesasar, aku menelpon mbak Febri, tiba-tiba aku sudah melihat mbak Febri dihadapanku. Aku tersenyum, syukur aku tiba di YBS dengan selamat.
***
Saat memasuki YBS, aku disambut oleh beberapa bule berhidung mancung, tinggi, dan berambut pirang. Mereka adalah Chris, Polly dan Marti. Selain itu ada peserta dampingan yang terlihat semangat mengikuti kursus speaking tersebut.
Ini juga pengalaman pertamaku ngomeng sama bule-bule. Awalnya sempat merasa minder, karena aku melihat teman-teman yang sudah tiba di sana, tampak wajah-wajah orang mahir bahasa Inggris. Entah karena aku merasa Jakarta adalah tempat orang-orang hebat, sehingga aku malu mengekpresikan bahasa Inggrisku di hadapan mereka.

Nothing not impossible” Itulah mantraku sebelum bicara. Aku ngoceh ajah, meskipun mereka tak faham dengan kalimatku yang penting judul kali ini ya ngomeng aja. Di sini kami bercerita tentang  Tranportation, fotograph, and culture. Kami membentuk tiga kelompok. Masing-masing kelompok di bimbing oleh Chris, Marti, dan Polly. Biasa, dalam public speaking semua peserta harus memberikan opininya terkait pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator. Contoh pertanyaan yang kuingat adalah “ Do you like go to Musuem or Cafe?” Kemudian peserta menjawab dengan persepsi masing-masing.
Ngomeng tak hanya memperkaya vocabulary seseorang. Di sini juga melatih mentalitas seseorang untuk  percaya diri dalam berbahasa Inggris. Pertemuan ini sangat luar biasa, tak hanya mendapatkan pengalaman baru, teman baru, aku sendiri mendapatkan semangat baru sepulang dari kursus ini. Semangat belajarku semakin bertambah. Apalagi melihat potensi peserta hampir semua aktif dalam berbahasa Inggris. Setelah dikoreksi, ternyata ada juga yang mahir dalam tujuh bahasa. Bahasa spayol, Jerman, Turki, China, Inggris, Jepang, ah entah negara mana lagi aku lupa. Sempat terbesit di pikiranku, ‘Ini anak makan nasi atau batu ya?’ Pikirku. Sedangkan aku hanya sedikit-sedikit, entah apalah arti sedikit itu dalam bahasa inggris just a little-litle. Minimal aku mendapatkan istilah baru, Flyover itu jembatan. Bukan bangunan yang tertulis angka 38 seperti yang kubayangkan.
 Semoga aku masih bisa mengikuti pertemuan selanjutnya. I love Ngomeng J