Oleh: Siti Aminah
Pendidikan di Indonesia adalah dunia sepi dan terbuang. Ia
seperti ditakdirkan untuk menderita sendirian di tengah permasalahan bangsa
yang serba kompleks. Kita sadar secara bersama, tetapi kita malah dibutakan
dengan permasalahan politik yang begitu banyak menelan dana. Pendidikan selalu terimajinalisasikan dan
tenggelam atas siapa yang berkuasa dan bertahta di negeri ini. kekuasaan itu,
mengakibatkan pendidikan tergantung dalam keterlenaan permainan kaum elit
politik. Kita tak pernah berusaha untuk sama-sama sepakat bahwa”Pembangunan
sarana pendidikan dikalangan rakyat jelata adalah lebih penting dari pada
seluruh harta milik orang-orang kaya yang ada dalam negara.” Itulah ungkap John
Adams presiden kedua Amerika, ketika membangun pendidikan negerinya dulu.
Sangat menyedihkan melihat kondisi bangsa saat ini. Semua
orang terlena dengan kekuasaan, untuk merebut kekuasaan itu pun dihalalkan
dengan berbagai cara agar dapat duduk di bangku panas di republik ini. Tak
banyak, anggota DPR, DPRD, yang hanya duduk santai tanpa bicara apalagi untuk
berbuat. Hanya segelintir kecil dari
mereka yang sibuk menyuarakan kepentingan pendidikan, selebihnya lebih kepada
urusan politik dan usaha-usaha untuk mengumpulkan harta-harta haram dari negeri
ini.
Jangan salahkan jika bangsa ini lama-kelamaan bangkrut di
kerok oleh negara-negara maju di dunia ini. Karena jelas, kita tak pernah
memperbaiki sumber daya manusia yang ada, politik yang carut marut, pendidikan
yang terbaikan, ekonomi yang tak pernah maju. Jika menilai sebuah negara maju
cukup sederhana, lihatlah bagaimana sistem pendidikan di negara mereka.
Negeri butuh seorang pemimpin visioner yang mengutamakan
pendidikan dalam mencapai misinya. Dari tahun ke tahun masih banyak anak yang
tidak mendapatkan hak untuk bersekolah, karena biaya pendidikan begitu mahal.
Pendeknya, pendidikan kita adalah sebuah dunia yang penuh ironi dan paradoks.
Dunia yang para pemimpinnya hanya bersuara besar untuk merubah bangsa, tetapi
tidak menaruh minat pada pendidikan. Kita baru sadari bahwa bangsa ini kaya
akan alam yang berlimpah, namun masih banyak anak-anak yang tak bisa menikmati
dunia pendidikan.
Ingatkah pada era 1998? Melihat pergolakan mahasiswa sebagai
kaum terpelajar dan intelektual berani menurunkan penguasa yang diktator? Tapi
coba lihat sejauh mana kaum intelektual itu apakah merasa gundah terhadap dunia
pendidikan? Adakah sebuah aksi yang dilakukan oleh para aktivis terkait dengan
kondisi buku perpustakaan di sebuah perguruan tinggi serba minim? Adakah mereka
bersuara untuk rakyat dan anak-anak miskin di pedalaman yang tak mendapatkan
fasilitas sekolah yang memadai? Di mana suara progresif itu? kita tak melihat
kegundahan dari mereka pengkritik bangsa seperti KAMMI, HMI, BEM, dan lembaga
organisasi besar lainnya. Mereka hanya sibuk mengurus kepentingan politik yang
tentu maaf lebih jelas hasilnya.
Dengan demikian, momentum hari pendidikan ini kita mengisi
dan mengingatkan kita semua agar kita bisa bercermin dan menatap perubahan
bangsa indonesia yang lebih panjang. Bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan
untuk menebus kebodohan kita selama ini yang sering dipermainkan oleh bangsa
lain. Pendidikan bisa membuat orang terpimpin tatapi tidak memaksa, membuat
negara besar namun tak diperbudak. Pendidikan satu-satunya jalan agar tak
terjadi pembodohan intelektual, pemimpin harus kritis dan tegas dalam menyikapi
masalah pendidikan di negeri ini. Bukan pemimpin yang menawarkan sejuta
janji-janji palsu, namun berani merubah kepalsuan menjadi kejujuran yang murni
untuk membangun bangsa ini.
Email:
mina_jurnalis@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar