Sabtu, 24 Mei 2014

Nasib Dunia Pendidikan


   Oleh: Siti Aminah
Pendidikan di Indonesia adalah dunia sepi dan terbuang. Ia seperti ditakdirkan untuk menderita sendirian di tengah permasalahan bangsa yang serba kompleks. Kita sadar secara bersama, tetapi kita malah dibutakan dengan permasalahan politik yang begitu banyak menelan dana.  Pendidikan selalu terimajinalisasikan dan tenggelam atas siapa yang berkuasa dan bertahta di negeri ini. kekuasaan itu, mengakibatkan pendidikan tergantung dalam keterlenaan permainan kaum elit politik. Kita tak pernah berusaha untuk sama-sama sepakat bahwa”Pembangunan sarana pendidikan dikalangan rakyat jelata adalah lebih penting dari pada seluruh harta milik orang-orang kaya yang ada dalam negara.” Itulah ungkap John Adams presiden kedua Amerika, ketika membangun pendidikan negerinya dulu.

Sangat menyedihkan melihat kondisi bangsa saat ini. Semua orang terlena dengan kekuasaan, untuk merebut kekuasaan itu pun dihalalkan dengan berbagai cara agar dapat duduk di bangku panas di republik ini. Tak banyak, anggota DPR, DPRD, yang hanya duduk santai tanpa bicara apalagi untuk berbuat. Hanya  segelintir kecil dari mereka yang sibuk menyuarakan kepentingan pendidikan, selebihnya lebih kepada urusan politik dan usaha-usaha untuk mengumpulkan harta-harta haram dari negeri ini.

Jangan salahkan jika bangsa ini lama-kelamaan bangkrut di kerok oleh negara-negara maju di dunia ini. Karena jelas, kita tak pernah memperbaiki sumber daya manusia yang ada, politik yang carut marut, pendidikan yang terbaikan, ekonomi yang tak pernah maju. Jika menilai sebuah negara maju cukup sederhana, lihatlah bagaimana sistem pendidikan di negara mereka.

Negeri butuh seorang pemimpin visioner yang mengutamakan pendidikan dalam mencapai misinya. Dari tahun ke tahun masih banyak anak yang tidak mendapatkan hak untuk bersekolah, karena biaya pendidikan begitu mahal. Pendeknya, pendidikan kita adalah sebuah dunia yang penuh ironi dan paradoks. Dunia yang para pemimpinnya hanya bersuara besar untuk merubah bangsa, tetapi tidak menaruh minat pada pendidikan. Kita baru sadari bahwa bangsa ini kaya akan alam yang berlimpah, namun masih banyak anak-anak yang tak bisa menikmati dunia pendidikan.

Ingatkah pada era 1998? Melihat pergolakan mahasiswa sebagai kaum terpelajar dan intelektual berani menurunkan penguasa yang diktator? Tapi coba lihat sejauh mana kaum intelektual itu apakah merasa gundah terhadap dunia pendidikan? Adakah sebuah aksi yang dilakukan oleh para aktivis terkait dengan kondisi buku perpustakaan di sebuah perguruan tinggi serba minim? Adakah mereka bersuara untuk rakyat dan anak-anak miskin di pedalaman yang tak mendapatkan fasilitas sekolah yang memadai? Di mana suara progresif itu? kita tak melihat kegundahan dari mereka pengkritik bangsa seperti KAMMI, HMI, BEM, dan lembaga organisasi besar lainnya. Mereka hanya sibuk mengurus kepentingan politik yang tentu maaf lebih jelas hasilnya.

Dengan demikian, momentum hari pendidikan ini kita mengisi dan mengingatkan kita semua agar kita bisa bercermin dan menatap perubahan bangsa indonesia yang lebih panjang. Bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk menebus kebodohan kita selama ini yang sering dipermainkan oleh bangsa lain. Pendidikan bisa membuat orang terpimpin tatapi tidak memaksa, membuat negara besar namun tak diperbudak. Pendidikan satu-satunya jalan agar tak terjadi pembodohan intelektual, pemimpin harus kritis dan tegas dalam menyikapi masalah pendidikan di negeri ini. Bukan pemimpin yang menawarkan sejuta janji-janji palsu, namun berani merubah kepalsuan menjadi kejujuran yang murni untuk membangun bangsa ini.
Email: mina_jurnalis@yahoo.com







Tidak ada komentar: