Oleh : Siti Aminah
Ini sekilas
tentangku. Ku tiupkan angin, ku
sampaikan kepada kalian semua wahai perempuan di dunia. Lelaki pu harus tau,
tentang perempuan. Karena tak selamanya apa yang kalian pikirkan akan
terpikirkan oleh perempuan itu sendiri. Sesungguhnya kalian bangga menjadi
laki-laki. Tanpa harus bangga pun, kalian memang selalu dibanggakan. Di manapun
langkahmu berpijak, ragamu menyeru, tubuhmu berada. Coba liat ekpresi orang
tua, ketika ia mendapatkan anak laki-laki, wajah mereka melesat penuh bangga,
kebahagiaan tiada tara, lelaki ibarat emas jatuh dari langit, bidadara surga
mengisikan kesempurnaan bagi mereka yang memiliki anak laki-laki di rumahnya.
Tapi, Tuhan tak
membedakan itu semua. Bagi siapa saja yang beriman kepada-Nya, baik laki-laki
dan perempuan maka Ia akan meninggikan derajat di sisi-Nya. Tuhan juga tidak
pernah menginteprensi bagi mereka yang
menuntut ilmu, siapa saja Ia merelakan asal masih di jalan yang benar, asal
masih taat kepada-Nya, menjauhi larangan-Nya Ia memberikan kesempatan baik
laki-laki dan perempuan.
Pernahkah Anda
mendengar, perempuan itu identik dengan sumur, kasur, dan dapur? Kamipun tak
pernah membantah itu. Karena, sebagai perempuan kami juga harus kembali kepada
kodrat sebagai perempuan yang harus taat kepada titah suami. Kami pun takut
jika neraka hadiah terkahir kami, apabila tak memenuhi kewajiban kami kelak
jika menjadi seorang istri. Kami bukan tak paham dengan diri kami sebagai
perempuan, yang kerab sekali melampaui batas atas cita-cita kami.
Kaulah lelaki yang
agung, perkasamu hidup di dunia ini bisa melebihi dari perempuan. Firman-Nya
pun demikian, “Maka akan kami lebihkan lelaki itu di atas perempuan, sebagai
pemimpin di muka bumi ini.” Sebenarnya, kaulah pemimpin yang dijuluki Al-amin
itu. Tapi, setiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Maka, kamipun
sebagai perempuan kelak akan menjadi pemimpin bagi anak-anak kami.
Jika di sebuah
keluarga, kerab sekali aku mendengar
dari orang tua “ Nak, kau perempuan. Hentikan jejak langkahmu di sini
saja, biarkan kau dekat di sisi ibu dan ayahmu. Kau perempuan, hentikan saja
cita-citamu di sini saja, gelar sarjana sudah gelar tinggi di bahumu, apalagi
yang akan kau kejar. Jika kau memanjangkan langkahmu, ibu khawatir karna kau
perempuan yang sangat rentan untuk di lukai, menangis, dan paling mudah untuk
menyesali perbuatanmu. Nak, jika kau perempuan setinggi apapun impianmu, kau
akan kembali ke bawah telapak kaki suamimu. Jadi tak usah bersusa-susah,
berlelah-lelah, karena kau perempuan tercipta untuk menjaga suami dan
anak-anakmu kelak. Sebenarnya itu cita-cita tertinggimu.”
Wahai laki-laki,
patutlah engkau berbangga dengan statusmu sebagai lelaki. Karena, langkahmu
takkan pernah di hentikan. Karena, seharusnya kaulah sang pencari impian itu.
Keberanianmu di lebihkan dari beraninya seorang perempuan. Kata ibu, jika kau
melangkah kemana saja, tubuhmu tak terkotori. Jiwamu masih kuat, kaulah
sesungguhnya pencari impian itu, impian untuk membina istri dan anak-anakmu
nanti. Cerdasnya seorang istri, karena kaulah lelaki yang menuntut ilmu dan
belajar dari kehidupan. Jika, langkahmu tak pernah dihentikan oleh siapapun,
mengapa engkau masih enggan melangkah. Bahkan keberanian yang diberi gelar oleh
sang ibu pun kau kurungkan bagaikan burung dalam tempurung?
Sekarang kami
perempuan. Sulit rasanya untuk meluluhkan hati ibu dan ayah demi menggapai
sebuah impian. Jangankan untuk melangkah
ribuan kilo, kadang ingin pergi belajar saja kami selalu di khawatirkan.
Kami justru bangga menjadi perempuan, karena kami merasa di lindungi, di
nasehati, dan cita-cita kami pun kini terkekang hanya gara-gara kami menggelar
status perempuan yang di khawatirkan.
Lihatlah negara
Afganistan, perempuan tak bisa ke luar rumah, perempuan tak bisa sama dengan
laki-laki dalam meraih pendidikan. Perempuan tak pantas bekerja di birokrasi
pemerintahan, dengan berbagai alasan mereka melarang keras perempuan menjadi
pemimpin. Bagi mereka perempuan hanya pantas melayani dengan sepenuh hati,
menikah, mengurus suami dan anak dan rumah tangga. Begitupun sebenarnya
perempuan itu hebat, karena kelemahannya adalah kekuatan untuk terus bertahan
hidup.
Jadi catatan ini
hanya bagimu laki-laki yang hanya berpikir bahwa perempuan tak perlu berjalan
jauh untuk pendidikan, hingga engkau enggan mendekat, karena khawatirmu yang
berlebihan terhadap perempuan yang akan memimpinmu kelak. Aku akan menjawabnya
dengan cara pandangku sebagai perempuan yang masih belajar tentang perempuan.
Kami bangga menjadi
seorang perempuan, karena kelak kami akan melahirkan generasi bangsa yang
cerdas. Bagaimana mungkin kami bisa menjadi sosok ibu yang cerdas, apabila
sekolah kami di batasi? Langkah kami masih di hentikan? Jika kami sibuk
menggapai cita-cita tertinggi, kerab kami dijuluki dengan ‘wanita karir’,
hingga kalian pun takut dan enggan bila melihat perempuan yang jenjangnya lebih
tinggi dari pada kalian?
Bukanlah kehidupan
yang baik, kedewasaan yang matang, akan lahir dari perjalanan dan pengalaman
yang kita dapatkan sehari-hari? Seseungguhnya perempuan mempunyai niat yang
sama dan tujuan yang sama. Mereka ingin membangun kehidupan lebih baik di masa
akan datang. Bekerja bukan berarti ia mengabaikan kewajibannya sebagai seorang
perempuan. Ia masih tetap mendidik, membina dengan ilmu yang ia punya. Adakah
yang menjamin, kelak siapa terlebih dahulu menghadap sang Ilahi? Adakah yang
menjamin penerusan untuk mengembangkan anak-anaknya, bila keduanya tak saling
bahu membahu? Itulah alasan kami untuk menjadikan ‘sama’ dengamu.
Jika sakinah itu
letaknya saat kami mencium telapak kakimu, mawaddah itu terletak pada ketaatan
kami kepadamu, dan warahmah itu terletak atas kecerdasan spritual kami
mengembankan amanahmu, maka sebenarnya itulah cita-cita kami sesungguhnya
untukmu. Bila kau paham mengenai sejatinya perempuan itu, pasti engkau tak
pernah menilai dengan mata pikiranmu tentang perempuan itu sendiri. Jika kau
melihat dengan mata hati. Maka, berbanggalah bila kau telah dapatkan perempuan
cerdas dan baik dalam hidupmu, kesuksesanmu hari ini karena kau memiliki
perempuan yang hebat di belakangkangmu. J.