Sabtu, 19 Januari 2013

Nasib Barat-Selatan Setelah Lenyapnya ‘ABAS’


Oleh:Siti Aminah
“ Apakah ini provokator? Kamu bisa melihat dengan kaca mata sendiri. Saya tidak bisa mewakili Barat-Selatan, karena akan ada imbas politik”, sebut Bupati Aceh Jaya, Azhar Abdurrahman meradang.
Suara kesalnya begitu keras disampaikan melalui telpon selular. Tapi Azhar tak menjelaskan lebih jauh ketakutannya itu. Niatnya untuk tidak melanjutkan wawancara terlihat jelas. Lalu, nada pertanda putusnya koneksi komunikasi telpon genggam berbunyi.

Sebenarnya beberapa pertanyaan sudah siap terhidang untuk Azhar. Sebagai salah satu bupati di wilayah Barat-Selatan, tentu Azhar punya andil yang besar untuk mempengaruhi arah pembangunan Barat-Selatan melalui lobi-lobinya dengan Pemerintah Aceh. Apalagi ini kali kedua Azhar menakhodai Aceh Jaya. Nyatanya, porsinya sebagai bupati tak cukup kuat untuk menahan laju keinginan pembebasan ABAS dari Provinsi Aceh.
Pada dasarnya, wacana pembentukan Aceh Barat Selatan (ABAS) sudah disuarakan sejak 1999 lalu. Rencana pembentukan ABAS meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Simeulu, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Bersamaan dengan wacana ABAS, wilayah Aceh Lauser Antara (ALA) yang meliputi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Singkil dan Aceh Tenggara juga menuntut hal yang sama. Yakni pemerataan pembangunan baik di sektor fisik maupun non-fisik.
Terakhir wacana ini digulirkan sejumlah kepala desa asal dua wilayah ini di Senayan pada 2008 lalu. Namun hasilnya juga nihil. Mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Ketua DPR Aceh Sayed Fuad Zakaria kala itu tidak memberi restu. Padahal rekomendasi keduanya merupakan syarat administratif agar wacana ini dapat diseriusi di meja DPR RI.
Kendati wacana ini lahir karena klaim kesenjangan sosial, namun tak ada data konkrit dan terkini mengenai fakta kesenjangan pembangunan tersebut. Hanya saja jika diobservasi secara langsung, tak bisa dipungkiri kesenjangan pembangunan untuk dua wilayah ini sangat mencolok.
Bupati Singkil, Safriadi Manik SH juga membenarkan hal tersebut. Pemerataan pembangunan antara wilayah ibukota dengan Barat-Selatan tidak dilakukan. Pemerintah Aceh telah mengabaikan masyarakat Barat-Selatan. “ Masih banyak pembangunan yang terbengkalai, jalan yang masih rusak. Artinya pemerintah Aceh masih kurang perhatian terhadap pembangunan yang ada di pantai Barat-Selatan”, pungkas Safriadi.
Safriadi sebenarnya bukanlah orang baru dalam politik. Sebelum terpilih sebagai bupati dalam Pemilukada kemarin, dirinya masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRK Aceh Singkil. Pada periode 2004-2009 sebelumnya, Safriadi juga sudah berada di parlemen. Diusung oleh PBR. Sayangnya, dirinya mengakui tak faham benar kondisi pembangunan di wilayah ABAS.
“Saya tidak banyak tau mengapa pembangunan di Barat-Selatan itu terkesan lambat”, ujarnya.
Semenjak menjabat sebagai bupati, dia mulai yakin punca permasalahan juga ada di tangan para bupati/walikota di wilayah ABAS. Apalagi kue APBK yang diterima para bupati diyakini takkan cukup untuk memenuhi semua kebutuhan pembangunan. Perlu dukungan kue  APBA, APBN, bahkan Migas untuk mempercepat pembangunan di daerah ABAS.
“Pemerintah sekarang sudah berjanji untuk mempriotaskan pembangunan di wilayah Barat-Selatan. Semoga itu, bukan hanya janji-janji belaka”, katanya.
Pastinya, Safriadi bukanlah orang yang berkeinginan Barat-Selatan ‘merdeka’. Menjadi bagian dari Aceh merupakan pilihan yang lebih baik. Hanya saja, harus dibarengi dengan pembangunan yang berkeadilan agar wacana ‘referendum’ itu tak digulir lagi.
Subkiyadi, Tokoh Barat-Selatan lainnya memiliki pandangan yang lebih frontal. Pemerintahan Irwandi Yusuf terbilang gagal. Harapan akan perubahan mendasar di Barat-Selatan tak kunjung tercapai. Padahal menurut mantan kandidat Bupati dari Aceh Singkil ini, setiap tahunnya Aceh menerima suntikan dana Otsus yang tidak kecil. Dari 2008 hingga 2012, Aceh mendapatkan dana Otsus senilai Rp 20,7 Triliun. Dari anggaran itu, sedikitnya kabupaten/kota mendapatkan bantuan antara Rp 400-Rp 700 M.
“Sudah menjadi keharusan bila pembangunan Barat-Selatan itu harus di percepat kembali”.  tegas Subkiyadi.
Kamis 12 September 2012, Taf Haikal sedang menyeruput segelas kopi hitam di Warung Kopi Solong. Warkop yang beralamat di Simpang Tujuh Ulee Kareng tersebut sangat ternama di Aceh. Umumnya para penikmat Solong merupakan kalangan aktifis dan politik. Belakangan para pengusaha, PNS, mahasiswa, bahkan turis pun ikut nimbrung.
Sejalan dengan tenarnya nama Solong, nama Taf Haikal juga tak kalah beken. Bagi Pemerintah Aceh, dirinya acap kali dilebeli sebagai oposisi. Pria asal Aceh Selatan ini sering memberikan kritik pedas.  Bagi masyarakat Barat-Selatan, Taf Haikal dikenal sebagai Jubir Kaukus Pantai Barat-Selatan. Dirinya masih konsisten meneriakkan pemekaran ABAS.
Taf punya alasan sendiri. Meskipun Aceh sudah berkali-kali berganti pemerintahan, Barat-selatan belumlah menjadi proritas pembangunan Aceh. Pemerintah nilainya lebih mementingkan masyarakat di pantai Utara hingga Timur. Selain persoalan pembangunan fisik seperti halnya sarana dan prasarana transportasi, masyarakat Barat-Selatan miskin secara SDM. Bencana ekologisnya juga potensial dana mengingat wilayah tersebut hanya dijadikan laboratorium eksplorasi hasil alam.
“Masih ada polemik perpolitikan di Aceh,” katanya.
“Cara Pemerintah Aceh memperlakukan Barat-Selatan  sama dengan perlakuan Indonesia terhadap Aceh. Sudah dijajah, kembali dijajah”, tegas Taf lagi.
Harapannya, pemerintahan Zaini-Muzakkir takkan mengulangi kisah pahit pemerintahan lalu. Celah kesenjangan pembangunan ini harus diisi dengan segera. Apalagi kemenangan Zikir didukung pula oleh kemenangan mutlak Partai Aceh di berbagai kabupaten/kota. Sinkronisai pemerintahan menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah tumpang-tindihnya pelaksanaan pembangunan.
“Kalau pejabat sekarang mempunyai pemerintah yang sedarah dengan pejabat daerah yang ada  di Aceh, tentu pembangunan bisa diprediksikan akan berjalan dengan lancar”, tambah Taf.
Zaini juga tak banyak memberi  komentar  panjang tentang pembangunan di wilayah  Barat-Selatan. Pasalnya, usai memberi sambutan acara Forum Silahturahmi Aceh Besar di pemukiman Lamtengoh tepatnya di Mesjid Lamtengoh kecamatan Ingin Jaya kemarin, Zaini terkesan buru-buru meninggalkan tempat acara.

Bagimana dukungan partai Aceh dalam  pembangunan di wilayah barat-selatan ?
Kita akan focus membangun untuk semua daerah yang ada di Aceh, baik itu di wilayah bagian Tengah, Timur, dan juga Barat-Selatan. Proses pemetaan ini, tidak ada yang dianak tiri dan anak kandungkan. Semua adalah wilayah Aceh. Jadi harus disama ratakan.
Berapa Anggaran tahun ini untuk wilayah Barat-Selatan?
Berbicara masalah anggaran, itu masih dini. Semua itu akan di bahas nanti dalam musyawarah rencana pembangunan tahun depan.
Bila tidak demikian, peluang konflik horizontal akan terbuka lebar. Wacana ABAS bisa saja akan bergulir kembali. [YR]

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mari sukseskan berdirinya NEGARA ABAS