Oleh:Siti
Aminah
“
Apakah ini provokator? Kamu bisa melihat dengan kaca mata sendiri. Saya tidak
bisa mewakili Barat-Selatan, karena akan ada imbas politik”, sebut Bupati Aceh
Jaya, Azhar Abdurrahman meradang.
Suara
kesalnya begitu keras disampaikan melalui telpon selular. Tapi Azhar tak
menjelaskan lebih jauh ketakutannya itu. Niatnya untuk tidak melanjutkan
wawancara terlihat jelas. Lalu, nada pertanda putusnya koneksi komunikasi
telpon genggam berbunyi.
Sebenarnya
beberapa pertanyaan sudah siap terhidang untuk Azhar. Sebagai salah satu bupati
di wilayah Barat-Selatan, tentu Azhar punya andil yang besar untuk mempengaruhi
arah pembangunan Barat-Selatan melalui lobi-lobinya dengan Pemerintah Aceh. Apalagi
ini kali kedua Azhar menakhodai Aceh Jaya. Nyatanya, porsinya sebagai bupati
tak cukup kuat untuk menahan laju keinginan pembebasan ABAS dari Provinsi Aceh.
Pada
dasarnya, wacana pembentukan Aceh Barat Selatan (ABAS) sudah disuarakan sejak
1999 lalu. Rencana pembentukan ABAS meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Simeulu,
Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Jaya. Bersamaan dengan wacana
ABAS, wilayah Aceh Lauser Antara (ALA) yang meliputi Kabupaten Bener Meriah,
Aceh Tengah, Gayo Lues, Singkil dan Aceh Tenggara juga menuntut hal yang sama.
Yakni pemerataan pembangunan baik di sektor fisik maupun non-fisik.
Terakhir
wacana ini digulirkan sejumlah kepala desa asal dua wilayah ini di Senayan pada
2008 lalu. Namun hasilnya juga nihil. Mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan
Ketua DPR Aceh Sayed Fuad Zakaria kala itu tidak memberi restu. Padahal
rekomendasi keduanya merupakan syarat administratif agar wacana ini dapat
diseriusi di meja DPR RI.
Kendati
wacana ini lahir karena klaim kesenjangan sosial, namun tak ada data konkrit
dan terkini mengenai fakta kesenjangan pembangunan tersebut. Hanya saja jika
diobservasi secara langsung, tak bisa dipungkiri kesenjangan pembangunan untuk
dua wilayah ini sangat mencolok.
Bupati
Singkil, Safriadi Manik SH juga membenarkan hal tersebut. Pemerataan
pembangunan antara wilayah ibukota dengan Barat-Selatan tidak dilakukan.
Pemerintah Aceh telah mengabaikan masyarakat Barat-Selatan. “ Masih banyak
pembangunan yang terbengkalai, jalan yang masih rusak. Artinya pemerintah Aceh
masih kurang perhatian terhadap pembangunan yang ada di pantai Barat-Selatan”,
pungkas Safriadi.
Safriadi
sebenarnya bukanlah orang baru dalam politik. Sebelum terpilih sebagai bupati
dalam Pemilukada kemarin, dirinya masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRK Aceh
Singkil. Pada periode 2004-2009 sebelumnya, Safriadi juga sudah berada di
parlemen. Diusung oleh PBR. Sayangnya, dirinya mengakui tak faham benar kondisi
pembangunan di wilayah ABAS.
“Saya
tidak banyak tau mengapa pembangunan di Barat-Selatan itu terkesan lambat”, ujarnya.
Semenjak
menjabat sebagai bupati, dia mulai yakin punca permasalahan juga ada di tangan
para bupati/walikota di wilayah ABAS. Apalagi kue APBK yang diterima para
bupati diyakini takkan cukup untuk memenuhi semua kebutuhan pembangunan. Perlu
dukungan kue APBA, APBN, bahkan Migas
untuk mempercepat pembangunan di daerah ABAS.
“Pemerintah
sekarang sudah berjanji untuk mempriotaskan pembangunan di wilayah
Barat-Selatan. Semoga itu, bukan hanya janji-janji belaka”, katanya.
Pastinya,
Safriadi bukanlah orang yang berkeinginan Barat-Selatan ‘merdeka’. Menjadi
bagian dari Aceh merupakan pilihan yang lebih baik. Hanya saja, harus dibarengi
dengan pembangunan yang berkeadilan agar wacana ‘referendum’ itu tak digulir
lagi.
Subkiyadi,
Tokoh Barat-Selatan lainnya memiliki pandangan yang lebih frontal. Pemerintahan
Irwandi Yusuf terbilang gagal. Harapan akan perubahan mendasar di Barat-Selatan
tak kunjung tercapai. Padahal menurut mantan kandidat Bupati dari Aceh Singkil
ini, setiap tahunnya Aceh menerima suntikan dana Otsus yang tidak kecil. Dari
2008 hingga 2012, Aceh mendapatkan dana Otsus senilai Rp 20,7 Triliun. Dari
anggaran itu, sedikitnya kabupaten/kota mendapatkan bantuan antara Rp 400-Rp
700 M.
“Sudah
menjadi keharusan bila pembangunan Barat-Selatan itu harus di percepat
kembali”. tegas Subkiyadi.
Kamis 12 September 2012,
Taf Haikal sedang menyeruput segelas kopi hitam di Warung Kopi Solong. Warkop
yang beralamat di Simpang Tujuh Ulee Kareng tersebut sangat ternama di Aceh.
Umumnya para penikmat Solong merupakan kalangan aktifis dan politik. Belakangan
para pengusaha, PNS, mahasiswa, bahkan turis pun ikut nimbrung.
Sejalan
dengan tenarnya nama Solong, nama Taf Haikal juga tak kalah beken. Bagi
Pemerintah Aceh, dirinya acap kali dilebeli sebagai oposisi. Pria asal Aceh
Selatan ini sering memberikan kritik pedas. Bagi masyarakat Barat-Selatan, Taf Haikal
dikenal sebagai Jubir Kaukus Pantai Barat-Selatan. Dirinya masih konsisten
meneriakkan pemekaran ABAS.
Taf
punya alasan sendiri. Meskipun Aceh sudah berkali-kali berganti pemerintahan,
Barat-selatan belumlah menjadi proritas pembangunan Aceh. Pemerintah nilainya
lebih mementingkan masyarakat di pantai Utara hingga Timur. Selain persoalan
pembangunan fisik seperti halnya sarana dan prasarana transportasi, masyarakat
Barat-Selatan miskin secara SDM. Bencana ekologisnya juga potensial dana
mengingat wilayah tersebut hanya dijadikan laboratorium eksplorasi hasil alam.
“Masih
ada polemik perpolitikan di Aceh,” katanya.
“Cara
Pemerintah Aceh memperlakukan Barat-Selatan sama dengan perlakuan Indonesia terhadap Aceh.
Sudah dijajah, kembali dijajah”, tegas Taf lagi.
Harapannya,
pemerintahan Zaini-Muzakkir takkan mengulangi kisah pahit pemerintahan lalu. Celah
kesenjangan pembangunan ini harus diisi dengan segera. Apalagi kemenangan Zikir
didukung pula oleh kemenangan mutlak Partai Aceh di berbagai kabupaten/kota. Sinkronisai
pemerintahan menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah tumpang-tindihnya
pelaksanaan pembangunan.
“Kalau
pejabat sekarang mempunyai pemerintah yang sedarah dengan pejabat daerah yang
ada di Aceh, tentu pembangunan bisa diprediksikan
akan berjalan dengan lancar”, tambah Taf.
Zaini
juga tak banyak memberi komentar panjang tentang pembangunan di wilayah Barat-Selatan. Pasalnya, usai memberi sambutan
acara Forum Silahturahmi Aceh Besar di pemukiman Lamtengoh tepatnya di Mesjid
Lamtengoh kecamatan Ingin Jaya kemarin, Zaini terkesan buru-buru meninggalkan
tempat acara.
Bagimana dukungan partai Aceh dalam
pembangunan di wilayah barat-selatan ?
Kita
akan focus membangun untuk semua daerah yang ada di Aceh, baik itu di wilayah
bagian Tengah, Timur, dan juga Barat-Selatan. Proses pemetaan ini, tidak ada
yang dianak tiri dan anak kandungkan. Semua adalah wilayah Aceh. Jadi harus disama
ratakan.
Berapa Anggaran tahun ini untuk
wilayah Barat-Selatan?
Berbicara
masalah anggaran, itu masih dini. Semua itu akan di bahas nanti dalam
musyawarah rencana pembangunan tahun depan.
Bila
tidak demikian, peluang konflik horizontal akan terbuka lebar. Wacana ABAS bisa
saja akan bergulir kembali. [YR]
1 komentar:
Mari sukseskan berdirinya NEGARA ABAS
Posting Komentar