Oleh: Siti Aminah
Biaya sering kali menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak
melanjutkan kuliah. Tanpa uang mungkin manusia tak bisa hidup. Semua kebutuhan
harus dibeli dan dibayar dengan sejumlah uang. Namun, kata lain uang bukan
berarti segalanya. Uang bukan salah satu penghambat kesuksesan seseorang.
Contohnya Nur Kumalahayati. Perempuan kelahiran Tahun 1988 ini bertekad ingin
mewujudkan impiannya menjadi magister ekonomi islam di negeri tetangga
(Malaysia).
Bermodalkan tekad sosok yang akrab di panggil dengan Mala ini
berangkat hanya bermodalkan uang kurang lebih sepuluh juta rupiah.
Perjuangannya mencari modal tersebut bukan hanya hasil tabungan kerjanya selama
menempuh sarjana di di Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Semenjak
pertama kuliah di Banda Aceh, Ia sudah berjuang untuk membiayai kuliah, kos,
serta menyekolahkan adik-adiknya.
Mala berkulit saoh matang ini benar-benar mengispirasi semua
orang. Di tengah perjuangannya untuk menempuh pendidikan S1, pada tahun 2012
lalu, Ia sempat terkena musibah terhipnotis sebesar Rp 24 juta. Nasib tak
berpihak kepada Mala, namun saat itu Ia hanya bisa berdo,a dan berharap Allah
menurunkan keajaiban kepadanya.
“Alhamdulillah, dalam waktu tiga bulan saya berhasil melunasi
hutang-hutang saya, sebesar Rp 24 juta. Semua itu, tak lain adalah karunia
Allah, dan kerja keras saya selama ini” Tutur Mala. Untuk melunasi hutang
tersebut, Mala harus bekerja siang dan malam di sebuah rental komputer
bertempat di Darussalam.
Anak Perempuan dari M.
Nur amin nuddin dan Misnawati ini
akhirnya berhasil membuat keduanya bangga. Pasalnya pada tahun 2012 lalu Ia
berhasil menempuh menjadi Sarjana hukum di IAIN Ar-Raniry. “ Ini adalah hadiah saya buat Abi dan Ummi di
rumah, hanya ini yang bisa saya persembahkan. Tapi ini belum cukup untuk
membahagiakan Ummi.” Kata Mala. Wajahnya
Tampak sedih, karena pada saat Ia wisuda, hanya ada Abinya yang menemaninya.
Sedangkan Ibu Mala sedang terbaring sakit lumpuh di kota dingin tepatnya di desa
rerongan Kabupaten Bener Meriah.
Apa target setelah
lulus sarjana?
“ Target saya setelah lulus sarjana adalah bisa melanjutkan S2
ke luar negeri yaitu di Malaysia. Hanya negara itu pilihan saya, karena di sana
ekonomi islamnya bagus dan berkualitas.” Ujar Mala saat saya menanyakan
impiannya usai sarjana.
Bukan hanya sebuah kata yang terlotar dari perempuan berparas
jawa campur batak tersebut. Meskipun sempat menganggur selama satu tahun untuk
mencari modal, namun masih saja belum cukup. Ia harus membiayai ketiga adikknya
Rehan, Tika, dan Dewi yang sedang menempuh pendidikan kuliah dan SMA di Banda
Aceh. Hidup di Aceh memang serba mahal, tetapi demi pendidikan yang bagus Ia
rela menjadi tulang punggung untuk keluarganya dan adik-adiknya.
Tepat pada bulan tujuh 2013 lalu, Mala akhirnya ikut tes ke Univeritas Malaya. Dengan optimis, Mala lulus
seleksi adminitrasi dan wawancara di Aceh. Mala tak menunggu beasiswa yang
diimpikan oleh semua lulusan sarjana lainnya, Ia lebih ingin mandiri agar
merasakan bagaimana pahitnya perjalan hidup ini. “Kalau beasiswa banyak
persaingannya, Toefl dan Iels saya juga pas-pasan. Jadi saya ambil jalan pintas
saja. Kuliah sambil kerja adalah tekad saya, perkara di sana biar Allah yang
mengatur. Saya hanya untuk menuntut
ilmu, dan yakin bahwa Allah akan memudahkan jalan saya” Tegas Mala penuh
semangat.
Impianya ke Malaysia memang sudah Ia tanam sejak dulu. “Pertama saya hanya melihat foto teman saya
yang kuliah di Kuala Lumpur, berforse manis di menara kembar. Saya melihat puncak itu dengan tatapan penuh harap.
Tiba-tiba terbesit di benakku, suatu saat nanti, saya akan memasung harapan ke
negeri tersebut. Biar saya yang berdiri tegak di sana, di selah antara dua
menara itu. Menara kembar, bagaimana tingginya? Setinggi itulah harapanku.
Kuletakkan foto itu di atas wajahku, hingga saya terbuai dalam mimpi bersama
menara kembar itu saya mulai merasakan panggilan-Nya. Yah, saya kesana adalah
paggilan dari Tuhan untuk mengubah nasibku.”
Tutur Mala berkisah.
Kadang kala cita-cita itu membentang dalam bumi yang telanjang.
Langit memutar namun bintang tetap menyala. Bulan tak pernah bergantung kepada
matahari, begitu juga sebaliknya. Tak semua orang bisa mendukung kita dalam
mewujudkan impian, bahkan dalam sebuah perjalanan kesuksesan, keluarga sering
kali tak merespon positif. Kini Mala hanya ingin membentang dan menentang
orang-orang yang menganggapnya lemah.
“ Bukan untuk membuktikan kepadanya, bahwa saya seorang
perempuan, tapi saya sedang berbicara dengan diriku sendiri, bahwa saya sedang
melawan nasibku dan keluargaku. saya hanya ingin bebas menerawang menemukan
arah masa depanku, menerjang batu granit kesulitan dengan menghilangkan rasa
takut. Karena menara itu, yah menara itu yang kumau.” Tangkas Mala saat Aku
menanyakan dukungan orang atas impiannya.
Untuk menempuh pendidikan di Luar Negeri bermodalkan uang serba
kurang memang sulit, belum lagi mengurus visa, tempat tinggal di sana, bayar
uang SPP sebesar Rp 15 juta. Apakah Mala
gentar menghadapi kesulitan tersebut?
Keberangkatannya bulan awal September lalu adalah pertama kali
Ia menginjak kaki di negeri orang. Meskipun persiapan belum matang, cukup tak
cukup tekadnya sudah bulat. Ia berangkat melalui rute Medan-Kuala Lumpur dengan alasan
tiket pesawat lebih murah dibandingakan dengan Aceh-Kuala Lumpur.
“ Alhamdulillah, saya ada teman seperjuangan juga, jadi kami
berangkat berdua. Awal sampai di KL,
pertama sampai di sana kami menginap di perumahan pantai hill park selama dua
malam, setelah sehari di KL esoknya langsung mencari kos kosan, dan dapatlah
kami tinggal berdua sekamar di perumahan kondo rakyat.” Katanya.
“ Setiap malam kerjaan saya menangis meminta pada Allah agar
terbuka pintu Rahman dan Rahim-Nya, di mudahkan lewat jalan yang tidak di
sangka-sangka. Memperbanyak zikir, solat tepat waktu dan tidak melupakan sunnat-Nya,
membaca surat At-Taubah Ayat 129 "hasbiyallahu la ila ha illa
huwa...", membaca surat Ali-imran ayat 26-27 setiap selesai sholat”. Ini
adalah rahasianya. Ungkap Mala.
Allah memang tak pernah tidur siang dan malam, setiap detikpun
Ia tak pernah lalai dalam memperhatikan Hamba-hanba-Nya. Ketika satu hari lagi
jadwal pembayaran uang kuliah berakhir, Alhdmulillah dapatlah uang pinjaman untuk pembayaran spp tahap awal. Padahal waktu
itu hampir putus asa dan sempat terpikir ingin kembali ke Aceh.
“Di sini, di kota ratusan bangunan menjulang tinggi, bangunan
nan megah, orang dari belahan dunia, ada Turis, ada Arab berlalu-lalang menggapai
tujuannya masing-masing. Saya adalah
perempuan dari negeri jihad, tugasku kemari hanya ingin merealisasikan
mimpi-mimpiku. Pekerjaan, itu adalah tujuan utamaku. Kalau saya tak bekerja,
maka tak bisa kuliah. Saya tak ingin
kembali dengan tangan kosong”. Tegas Mala.
Kini cita-cita Mala untuk S2 ke Malaysia terwujud sudah.
Meskipun gentir menyapa kesulitan tak pernah dera, Allah selalu memberi
kemudahan padanya. Ia dipertemukan dengan seorang Ibu yang mempunyai usaha
menjahit. Mala tak hanya cerdas secara akademisi, Ia juga ahli dalam menjahit.
Akhirnya Mala mendapatkan penawaran untuk tinggal bersamanya di rumah nan
megah, sederhana dan bersahaja. Begitulah cara Allah menjawab do’a para
hambanya.
“ Cita-cita terbesar dalam hidupku adalah ingin membahagiakan
orang tua. saya ingin kembali ke Indonesia untuk menjadi dosen kelak. Kalau
Allah menakdirkanku menjadi seorang pengusaha, tentu saya sangat bersyukur.
Semua adalah kekuasaanya. saya berharap bagimu kaum perempuan di manapun engkau
berapa, jangan kau patahkan sayap-sayap yang telah kau bentangkan, lukiskanlah
garis tangamu di nasib yang baik, biar kau yang mengubah Tuhan yang merestui
nasibmu.” Harap Nur Kumalahayati.
Data
diri
Nama :
Nur Kumalahayati
Ttl :
Rambung Merah 20 -09-1988
SMA : N.1 Timang Gajah, Kabupaten
Bener Meriah
Lususan
: SI jurusan syaro'ah muamalah
wal iqtisad (SMI) Angkatan 2007.
Sekarang
sedang menempuh S2 di (universitas malaya), fakultas islamic
studies (akademik pengajian islam), jurusan ekonomi islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar