Selasa, 29 Oktober 2013

Pengrajin Rotan



Hari mulai petang.  Perjalanan lintas Banda Aceh- Meulaboh terlihat sepi di seputaran desa Keuh Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.  Terlihat di pinggir jalan sosok perempuan yang memasukkan semua barang dagangannya. Dengan menggunakan pakaian gamis berwarna hijau, berselendang putih, menepis senyum sambil menyapa setiap orang berjalan dihadapannya.
Taswiah, seorang perempuan yang menghidupkan empat anak-anaknya dengan berdagang  beraneka ragam jenis pengrajin tangan Rotan. Perempuan itu mengangtungkan sendi kehidupannya, dengan menjual rotan di desa Keuh Lhoknga. “ Bukan hanya menjual, tapi saya juga sebagai pengrajin rotan ini. Seberapa sanggup, sebesar itu juga yang bisa saya peroleh”  Ujar Taswiah sambil membereskan sebagian Rotan yang ia dagangkan.
Seharian, Taswiah menghabiskan waktunya sebagai pengrajin Rotan.di kedai berukuran Empat kali enam itu. Ia merajut berbagai bentuk Rotan. Seperti, tutup saji, tempat pakaian, Teladan, tempat alat-alat dapur, dan juga lainnya.    barang  Rotan ini dijual dengan harga berpariasi. Ada yang Rp 150 sampai dengan Rp 300. Semua itu tergantung jenis rotannya. Tutup saji, dijual seharga Rp 150, dan ukuran kecil  mencapai Rp 64 ribu.”  Tambah Taswiah.
Hasil buah keringat Taswiah banyak menguntungkan bagi warga desa Keuh tersebut. Sebagai pengrajin rotan, Taswiah juga dikenal sebagai guru untuk para mahasiswa dan juga orang-orang yang ingin belajar mengolah rotan menjadi kreasi beragam bentuk racikannya.
Bebera bulan yang lalu, ada beberapa mahasiswa Unsyiah yang datang ke desa Keuh ini. Tujuan mereka adalah untuk belajar mengolah rotan. “  dari beberapa mahasiswa yang belajar, tapi belum ada yang berhasil. Bagi mereka mengolah rotan, adalah pekerjaan yang sangat sulit dan butuh kesabaran” Cerita Taswiah sambil tersenyum mengenang masa lalunya.
Sudah dua tahun, Taswiah sebagai pengrajin rotan sekaligus mendagangkannya. Tapi, Rezeki tergantung pada pembeli. “ Pengahasil saya tidak menentu.  Bisa dikatakan, dagangan saya sehari itu ada yang tidak laku sama sekali. Tapi, terkadang saya mendapatkan Rp 500 / hari.” Ujarnya.
Dengan bermodalkan nekat, awalnya Taswiah meminjamkan modal uang dengan orang lain.  Keyakinannya akan sebuah mimpi menjadi besar, separuh sudah menjadi nyata.  Biasanya, Rotan yang dijual oleh Taswiah berasal dari rotan mentah yang dicari oleh orang. Artinya, ia harus menanamkan modal sedikit demi sedikit demi memperbanyak usahanya tersebut.
“Usaha sudah banyak, hanya saja belum beruntung” Kata Taswiah sambil menghela nafas panjang. Awalnya. Ia sudah berusaha memasukkan proposal kepada kantor Camat Aceh Besar, sebagai penanaman modal untuk usaha pengrajin rotan bagi masyarakat desa Keuh itu. Nasib belum berpihak pada Taswiah, sampai saat ini. Proposal tersebut berhanang guana bak di telan bumi begitu saja. Taswiah berharap penuh, agar usahanya tersebut bisa dijadikan sebagai pusat pengrajin Rotan di desa kelahirannya itu.
Bukan hanya itu, Taswiah memberanikan diri untuk mengikuti perlombaan kerajinan tangan yang pernah di adakan oleh Dinas Budaya dan Pariwisata Banda Aceh, dalam beberapa bulan yang lalu. Tapi,” masih banyak pengrajin yang lain yang tampil lebih eksis dibandingkan dengan usaha yang saya tempuh saat ini” Jawabnya tanpa ada rasa kekecewaan di wajahnya.
Saat ini, ia kembali mendengar ada perlombaan di tahun 2013 ini, kegiatannya hampir sama dengan perlombaan sebelumnya. Yaitu perlombaan memperlihatkan hasil kerajinan tangan yang ada di Aceh. “ bukan saya tergiur dengan total hadiah yang ditawarkan oleh Dinas Pariwisata, tapi bagaimana caranya hasil karya saya bisa terlihat oleh semua orang. Kalah atau menang, bukan masalah bagi saya. Rezeki sudah di atur oleh Tuhan, manusia hanya bisa berusaha” Tegas Taswiah meyakinkan.
Hidup memang penuh pertandingan dan persaingan. Begitu juga dengan usaha Rotan Taswiah yang sudah dua tahun sebagai pengrajin rotan. Ada satu titik kebanggaan terlihat dalam dirinya, meskipun sudah berulang kali gagal, tapi ia tetap menguras tenaganya untuk mengajarkan pembuatan rotan bagi orang yang ingin belajar. Meskipun, harus dibayar dengan suka rela. Taswiah, tidak pernah mematokkan ilmunya untuk orang lain.
Raut wajah Taswiah, adalah sosok perempuan yang terkenal awet muda di desa Keuh tersebut. Pandangan sekilas, tidak ada yang mengira, jika ia telah mempunya anak empat hingga ada yang menduduki bangku kuliah di Sekolah Tinnggi Agama Islam ( STI) di Neusu. Perempuan ini, selain peramah, ia juga suka beramal dengan banyak orang. Hingga, ia terkesan sangat merugi bila ilmunya tidak disalurkan kepada orang lain.
Kali ini, Taswiah berharap, agar suatu ketika usahanya itu bisa berkembang lebih maju. Peningkatan pemberdayaan perempuan melalui pengajaran rotan bisa ia capai sambil menjual hasil karyanya sendiri. “ Semoga pemerintah bisa menampung hasil karya saya. dan mengembangkan usaha  yang ada di desa Keuh ini”  Harap Taswiah.







Tidak ada komentar: